Penyelidikan asal-usul COVID-19 banyak dikritik karena kurangnya transparansi dan akses, dan karena tim tidak mengevaluasi teori kebocoran laboratorium lebih dalam. Pada bulan Agustus lalu, Cina bahkan menolak seruan WHO untuk memulai kembali penyelidikan baru di lapangan tentang asal-usul COVID-19.
JERNIH—Badan Kesehatan Dunia (WHO) meluncurkan tim baru beranggotan 26 ahli pada Rabu (13/10) lalu. Tugas tim ini adalah untuk menghasilkan kerangka kerja global baru untuk studi asal-usul virus yang berpotensi menjadi epidemi dan pandemi, termasuk SARS-CoV-2 penyebab pandemi COVID-19. Tim ini dibentuk untuk menghidupkan kembali penyelidikan tentang asal-usul COVID-19 yang terhenti.
Tim tersebut juga akan bertugas menyelidiki virus-virus baru dan mencari cara untuk mencegah pandemi di masa depan. Dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak virus berisiko tinggi yang muncul atau muncul kembali, seperti MERS, virus flu burung, Lassa, Marburg dan Ebola.
“Munculnya virus baru yang berpotensi memicu epidemi dan pandemi adalah sebuah fakta alam. SARS-COV-2 memang jadi virus yang paling baru, tapi dia bukanlah yang terakhir,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. “Pemahaman mengenai dari mana sebenarnya patogen-patogen baru berasal sangat penting untuk mencegah wabah di masa depan,”kata Ghebreyesus.
Ke-26 anggota tim yang diajukan WHO dipilih dari 700 lebih pendaftar dari berbagai disiplin ilmu. Mereka termasuk Christian Drosten (kepala Institut Virologi Berlin), Yungui Yang dari Institut Genomics Beijing, Jean-Claude Manuguerra dari Institut Pasteur Prancis, dan Inger Damon dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS.
Sementara beberapa nama yang ditugaskan bergabung dalam misi ilmiah WHO-Cina terkait investigasi asal-usul COVID-19 adalah Vladimir Dedkov, Farag Elmoubasher, Thea Fischer, Marion Koopmans, Hung Nguyen dan John Watson.
Tim baru ini nantinya akan memberikan evaluasi independen terkait semua temuan ilmiah dari studi global tentang asal-usul COVID-19. Tim juga harus memberi saran kepada WHO untuk mengembangkan, memantau, dan mendukung rangkaian studi berikutnya tentang asal-usul virus. Hal itu bisa termasuk “nasihat cepat” tentang rencana operasional WHO untuk mengimplementasikan rangkaian studi berikutnya tentang asal-usul pandemi, atau saran tentang studi tambahan.
Nasib investigasi asal-usul COVID-19
Setelah banyak mengalami penundaan, tim pakar internasional WHO sebelumnya telah berangkat ke Wuhan pada Januari 2021 untuk membuat laporan fase pertama terkait asal-usul COVID-19. Laporan itu ditulis bersama rekan-rekan mereka dari Cina.
Tidak ada kesimpulan tegas yang ditarik dalam laporan yang dirilis pada Maret tersebut. Laporan tersebut hanya memuat empat hipotesis.
Yang paling menarik adalah bahwa virus kemungkinan besar melompat dari kelelawar ke manusia melalui hewan perantara. Sementara dugaan bahwa virus berasal dari kebocoran laboratorium virologi Wuhan “sangat tidak mungkin”, tulis laporan tersebut.
Penyelidikan ini banyak dikritik karena kurangnya transparansi dan akses, dan karena tim tidak mengevaluasi teori kebocoran laboratorium lebih dalam.
Pada bulan Agustus lalu, Cina bahkan menolak seruan WHO untuk memulai kembali penyelidikan baru di lapangan tentang asal-usul COVID-19.
Sejak pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina pada Desember 2019 lalu, pandemi COVID-19 telah menewaskan lebih dari 4,85 juta jiwa dan membuat perekonomian terpuruk. [AFP]