Crispy

Indonesia Terancam Kehilangan Komoditas Kopi Akibat Perubahan Iklim

  • Perubahan iklim, yang ditandai kenaikan suhu, akan membuat luas areal tanam kopi menurun.
  • Pakar memprediksi kopi akan menjadi komoditas mewah, yang tak mampu dibeli kelas bawah dan menengah.
  • Tidak hanya kehilangan kopi, Indonesia juga terancam tak bisa menanam alpukat dan kacang mete.

JERNIH — Produksi kopi Indonesia terancam ambruk akibat perubahan iklim yang menyebabkan tanah tidak lagi cocok untuk tanaman komoditas pertanian paling penting ini.

Menggabungkan model iklim global dengan data tentang tanah, kemiringan, dan tingkat keasaman (pH) yang diperlukan untuk tanaman umum, sejumlah pakar dari Universitas Zurich meneliti potensi hasil panen di masa depan sejumlah produk pertanian.

Kopi arabika, tanaman dominan di Indonesia, Kolombia, Brasil, dan Vietnam, salah satunya. Tanaman lain adalah alpukat dan kacang mete.

Tiga komoditas itu akan mengalami penurunan lahan tanam secara signifikan akibat perubahan iklim. Di Brasil dan Kolombia, misalnya, lahan tanam kopi dan dua komoditas lainnya akan terpangkas setengah.

Berita baiknya, menurut peneliti, daerah baru akan cocok untuk menanam kopi. Bahkan, bagian selatan AS akan cocok untuk menanam kopi jika suhu naik 4,5 derajat Fahrenheit.

Perjanjian Iklim Paris menyerukan tindakan untuk menghentikan kenaikan suhu tidak lebih dari 2,7 Fahrenheit di atas tingkat pra-industri pada akhir abad ini.

Peneliti menyarankan perlunya mitigasi perubahan iklim dilaksanakan. Langkah-langkah adaptasi mencakup upaya pemuliaan tanaman untuk varietas yang beradapasi lebih baik dengan suhu lebih tinggi, atau kekeringan dalam kasus kopi. Untuk daerah tertentu, misalnya, mengganti kopi arabika dengan robusta.

Roman Gruter dan rekan peneliti melihat kopi, kacang mete, dan alpukat, karena ketiganya tanaman penting bagi konsumen dan petani skala kecil di wilayah tropis.

Studi sebelumnya tentang tanaman ini belum mempertimbangkan karakteristik tanah yang dapat mempengaruhi keseusian untuk tumbuh, serta tidak ada yang membahas bagaimana pertumbuhan jambu mete dan alpukat akan berdampak global.

Untuk mengatasi masalah ini, tim menggabungkan proyeksi perubahan iklim dan faktor tanah untuk melihat seberapa cocok daerah tertentu untuk tanaman kopi, kacang mete dan alpukat pada tahun 2050.

Paling Rentan

Daily Mail menulis dari tiga tanaman yang diteliti, kopi yang paling rentan mengalami penurunan produksi akibat perubahan iklim, terutama di daerah penghasil utama.

Kopi sangat sensitif terhadap perubahan iklim, dan daerah daerah dataran rendah paling mungkin terpengaruh jika suhu naik. Bahkan, beberapa perubahan sudah terjadi, dengan sejumlah bagian dunia berjuang menanam kopi.

Tim memprediksi di masa depan kopi akan menjadi produk mewah, tidak terjangkau kebanyakan orang, dan dijual hanya kepada mereka yang mampu beli, dan tidak diminum sehari-hari.

Sebelum itu terjadi, jika iklim terus menghangat, sebagian Afrika Timur dan Selatan — yang saat ini berada di luar kawasan menanam kopi — bisa cocok untuk budidaya kopi.

Afrika Timur dan Selatan berada di elevasi lebih tinggi, atau pada batas garis lintang dari daerah tumbuh. Ketika suhu naik, daerah tumbuh tanaman kopi akan bergeser.

Selain suhu dan curah hujan, tim menemukan persyaratan tanah dan kesesuaian kopi akan berdampak pada area yang kemungkinan cocok untuk ditanam di masa depan.

Tidak hanya kopi, Indonesia juga diprediksi akan kehilangan alpukat. Nasib serupa juga akan dialami Republik Dominika dan Peru. Artinya, alpukat tidak bisa tumbuh, atau tumbuh tapi dengan produksi buruk, akibat perubahan iklim.

Pada saat yang sama, wilayah lain di dunia menjadi cocok untuk tanaman alpukat akibat kenaikan suhu. Menurut pakar, mitigasi yang diperlukan saat ini adalah membiakan spesies baru kopi, alpukat, dan kacang mete yang bisa beradaptasi dengan kenaikah suhu dan lebih sedikit air.

Back to top button