Pengamat: Strategi Blitzkrieg KIB dan Airlangga Punya Sisi Minusnya Sendiri
Yang menurut Robi patut dicermati, KIB adalah sebuah koalisi cerdas. “Bukan kebetulan kalau koalisi itu memadukan partai-partai politik dengan basis massa yang memiliki akar berbeda. Sebagai diketahui, Partai Golkar adalah partai nasionalis majemuk. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bagaimanapun adalah yang berbasis komunitas Nahdlatul Ulama dan Islam tradisional, sementara Partai Amanat Nasional (PAN) adalah parpol berbasis komunitas Islam moderna yang umumnya tergabung dalam organisasi kemasyarakatan-agama Muhammadiyah.
JERNIH– Kemunculan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) secara tiba-tiba yang diiringi dengan pergerakan cepat ala Tim Panzer Jerman, merupakan strategi Blitzkrieg-nya Airlangga Hartarto. Kecepatan gerak KIB yang dimotori Partai Golkar tersebut memang mengagumkan, tetapi tetap saja hal tersebut memiliki sisi kekurangan atau nilai minusnya sendiri.
Pernyataan tersebut dilontarkan pengamat politik dari Universitas Nasional, Robi Nurhadi, yang kami terima melalui kiriman pesan WhatsApp, Selasa (7/6) siang. Menurut Robi, lahirnya KIB dengan segala pergerakan ala Tim Panzer Jerman yang dimilikinya, tidak lepas dari Airlangga Hartarto sebagai aktor utama. Robi mengatakan hal itu fenomenal, karena terkesan tiba-tiba di saat partai-partai lain masih sibuk mengurus konsolidasi internal partainya masing-masing.
“Publik juga seolah dibikin sedikit surprised, karena koalisi tiga partai politik itu diinisiasi justru oleh orang yang terlihat kalem selama ini,”ujar doktor lulusan Center for History, Politic and Strategi, University Kebangsaan Malaysia tersebut.
Yang menurut Robi patut dicermati, KIB adalah sebuah koalisi cerdas. “Bukan kebetulan kalau koalisi itu memadukan partai-partai politik dengan basis massa yang memiliki akar berbeda. Sebagai diketahui, Partai Golkar adalah partai nasionalis majemuk. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bagaimanapun adalah yang berbasis komunitas Nahdlatul Ulama dan Islam tradisional, sementara Partai Amanat Nasional (PAN) adalah parpol berbasis komunitas Islam moderna yang umumnya tergabung dalam organisasi kemasyarakatan-agama Muhammadiyah.
“Maka wajar kalau KIB itu terlihat solid tidak hanya di level elit mereka, tapi juga hingga di tingkat massa akar rumput,”kata dia. Robi menunjuk acara Rapar Kerja Daerah (Rakerda) DPD Golkar Jawa Barat di Sentul, Bogor, yang tidak hanya dihadiri 10 ribu kader Partai Golkar. Yang lebih mengesankan, acara internal Partai Golkar itu pun dihadiri Ketua DPW PAN Jawa Barat, Desy Ratnasari dan Ketua DPW PPP Jawa Barat serta wakilnya yang juga merupakan Wagub Jabar, Uu Rizhanul Ulum.
Tidak hanya itu. Robi yang juga kepala Pusat Penelitian Pascasarjana UNAS itu menyatakan bahwa KIB dipenuhi para tokoh politik kapabel, yang tak hanya sarat pengalaman, melainkan juga dinilainya penuh strategi untuk memainkan peran politik negeri ini ke depan.
“KIB ini identik dengan tokoh-tokoh politik yang kapabel mengelola pemerintahan. Airlangga yang ketum Partai Golkar adalah menko perekonomian dengan pengalaman panjang di legislatif dan kabinet. Sementara Zulkifli Hasan yang ketum PAN adalah mantan ketua MPR yang juga punya pengalaman jadi Menteri,”kata Robi. Sementara Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa, saat ini pun seorang menteri yang memegang perencanaan pembangunan.
“Kapabilitas dan kematangan mengelola pemerintahan akan melahirkan kepercayaan rakyat bahwa negeri ini bisa diurus dengan benar oleh mereka dan orang-orang pilihan pada kabinet yang mereka susun,” kata Robi.
Hal lain yang menurut Robi tidak boleh luput dari perhatian masyarakat adalah komitmen KIB untuk mengawal pemerintahan Jokowi sampai akhir. Dengan kata lain, KIB mengajak masyarakat tak hanya menghormati tatanan kenegaraan yang sah, melainkan juga memastikan agar perjalanan bangsa ke depan tidak lagi diperkeruh oleh riak-riak persoalan yang umumnya mengiringi turunnya sebuah rejim penguasa.
Misalnya, kata Robi, dengan sempat berkembangnya sentiment kurang baik kepada pemerintah Orde Baru pasca-Reformasi, public dan negara tidak bisa secara jernih memilah apa yang baik dan mana yang buruk dari kepemimpinan Orde Baru. Akibatnya, euphoria yang ada justru juga melibas hal-hal baik yang pernah tumbuh, berkembang dan berjalan di masa Orde Baru.
“Kini, dengan komitmen KIB, masyarakat tidak harus merasa khawatir akan stabilitas politik yang akan mengiringi pergantian kekuasaan di 2024. Komitmen itulah yang membuat ketua Projo hadir pada Deklarasi KIB. Malah kemudian muncul kesan bahwa Projo juga mendukung KIB, “ ujar Robi, terkekeh.
Namun demikian, kata Robi, hal yang paling penting bagi rakyat adalah komitmen untuk memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik daripada yang bisa diberikan kabinet Jokowi saat ini. Ia menegaskan bahwa sebagaimana tujuan negara, kesejahteraan adalah untuk semua, bukan karena urusan dukung-mendukung di saat Pemilu. “Maka untuk itu, menepikan politik identitas jelas harus menjadi konsen KIB,” kata dia.
Namun menurut pengajar magister ilmu politik tersebut, KIB juga bukan tanpa hal-hal minus. Untuk itulah, kata Robi, KIB perlu untuk pada waktu yang tepat menyempurnakan kekurangan yang ada.
“Misalnya, menegaskan siapa calon presiden pilihan koalisinya. Jangan sampai koalisi bubar gara-gara nanti tidak setuju dengan capres yang diusulkan.
Hal lain adalah platform politik KIB yang belum disampaikan secara terbuka ke publik. Persoalannya, beda partai umumnya meniscayakan perbedaan visi. Belum lagi kalau KIB masih terbuka untuk menerima parpol lain yang akan ikut bergabung.
“Platform politik ini juga penting bagi rakyat untuk memastikan mereka ‘tidak membeli kucing dalam karung’,”kata Robi. [ ]