Studi: Masker Satu Ukuran Tidak Cocok untuk Semua, Terutama Perempuan
Temuan ini penting karena menurut beberapa perkiraan, penggunaan masker yang tepat dan universal berpotensi mengurangi jumlah kematian global akibat virus corona hampir sepertiganya.
JERNIH—Sebuah studi menemukan bahwa masker wajah standar yang direkomen-dasikan oleh otoritas kesehatan AS, tidak cocok untuk wanita, orang tua atau orang-orang kurus.
Penelitian yang dipimpin Dr Kourosh Shoele di Florida State University menemukan, masker yang direkomendasikan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) untuk menahan penyebaran virus corona sangat cocok untuk orang-orang dengan fitur wajah maskulin. Namun “kebocoran” dari masker dengan ukuran dan desain standard itu menjadi dua kali lipat saat digunakan para perempuan karena alat pelindungnya terlalu besar. Ini juga terjadi pada pengguna kurus atau lanjut usia.
“Desain masker yang berbeda harus direkomendasikan untuk berbagai kategori orang, terutama berdasarkan berat badan, usia, dan jenis kelamin,” kata tim tersebut dalam makalah non-peer-review yang diposting di situs pracetak medRxiv.org, Senin lalu.
Tim tersebut mendasarkan kesimpulan mereka pada pemodelan komputer menggunakan data wajah dari 100 pria dan 100 wanita. “[Masker] besar itu tergantung di wajah di dekat dagu [perempuan],” kata mereka.
Masker yang lebih kecil dari ukuran standard dapat menyelesaikan masalah dan mengurangi area kebocoran hingga lebih dari setengahnya.
Tim Shoele juga menemukan bahwa masker yang dipasang di dagu merupakan masalah bagi orang yang kekurangan berat badan. Untuk alasan yang sama, menurut simulasi komputer, lansia juga memiliki celah yang lebih besar dibandingkan dengan anak muda, selama aktivitas rutin sehari-hari seperti berbicara dan bernapas.
Wanita di Amerika Serikat lebih cenderung memakai masker wajah dibandingkan pria, menurut penelitian terpisah. Mereka juga melakukannya dengan lebih hati-hati. Di seluruh AS, lebih dari 55 persen wanita mengenakan masker seperti yang direkomendasikan, dibandingkan dengan 38 persen pria, kata peneliti di Universitas New York dan Universitas Yale dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Behavioral Science and Policy pekan lalu.
Temuan ini penting karena menurut beberapa perkiraan, penggunaan masker yang tepat dan universal berpotensi mengurangi jumlah kematian global akibat virus corona hampir sepertiganya.
Dalam sebuah makalah yang diposting di medRxiv.org pada hari Minggu, Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington mengatakan, kurang dari 60 persen orang di dunia mengenakan masker, tetapi jika itu meningkat menjadi 95 persen, perkiraan kematian akan menurun dari 3 juta menjadi sedikit di atas 2 juta orang pada Januari tahun depan.
“Efek penggunaan masker universal paling besar di negara-negara seperti India, Amerika Serikat, dan Rusia,” kata peneliti Covid-19 di lembaga tersebut.
Lebih sedikit wanita yang meninggal karena Covid-19 daripada pria, menurut beberapa penelitian.
Di Cina, misalnya, pria dua kali lebih mungkin terbunuh oleh Sars-CoV-2 – nama resmi untuk virus corona – dibandingkan wanita. Alasan yang mungkin adalah bahwa wanita lebih sering menggunakan masker dan mencuci tangan, menurut beberapa peneliti.
Beberapa perusahaan memang menawarkan masker untuk wanita, tetapi biasanya satu-satunya perbedaan adalah warna. Masker juga tersedia untuk anak-anak tetapi hanya sedikit yang dirancang untuk manula.
Kebocoran adalah masalah umum pada produk masker yang diproduksi secara massal. Masker kertas buatan rumah bisa lebih pas di wajah daripada masker komersial, termasuk respirator N95 yang digunakan oleh petugas kesehatan, menurut sebuah penelitian.
Pandemi telah mengungkap masalah lain bagi wanita. Mereka 1,8 kali lebih mungkin kehilangan pekerjaan selama krisis ini daripada laki-laki, menurut konsultan McKinsey. Perempuan menghasilkan kurang dari 40 persen dari pekerjaan global tetapi menyumbang 54 persen dari keseluruhan kehilangan pekerjaan.
Di Jepang, kasus bunuh diri oleh wanita berusia kurang dari 40 tahun meningkat lebih dari 63 persen pada Agustus lalu, dibandingkan dengan bulan yang sama pada tiga tahun sebelumnya. Hal itu terutama karena kehilangan pekerjaan atau pendapatan, menurut sebuah studi oleh para peneliti dengan Universitas Waseda dan Universitas Osaka.
Sebaliknya, tingkat bunuh diri pria Jepang telah menurun sejak dimulainya pandemi karena mereka memiliki pekerjaan yang lebih terjamin, hari kerja yang lebih pendek, dan lebih banyak dukungan keuangan dari pemerintah. [Stephen Chen/South China Morning Post]
Stephen Chen ikut dalam proyek penelitian besar di Cina, pembangkit tenaga baru dalam inovasi ilmiah dan teknologi. Telah bekerja untuk Post sejak 2006, Stephen alumnus Universitas Shantou, Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong, dan program Semester at Sea yang dia ikuti dengan beasiswa penuh dari Seawise Foundation.