Crispy

WHO: Tidak Akan Ada Cukup Vaksin untuk Kembali Normal

  • WHO menghimpun sejumlah negara kaya untuk memastikan aksin terdistribusi secara adil. AS dan Cina tidak ikut.
  • 92 negara miskin memenuhi syarat mendapatkan vaksin gratis.
  • Jadi, dunia tidak akan terbebas dari pandemi sampai akhir 2021, karena vaksin hanya cukup untuk orang kaya.

Jenewa — Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan Badan Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan jangan berharap akan ada cukup vaksin Covid-19 untuk mengembalikan kehidupan normal sampai 2022.

“Orang berpikir Januari 2021 akan ada cukup vaksin untuk seluruh dunia, dan kehidupan di muka bumi akan kembali normal,” kata Swaminathan. “Bukan begitu cara kerja-nya.”

WHO, lewat Covax WHO, sedang mengumpulkan sumber daya untuk menyediakan akses vaksin yang adil ke negara-negara berpendapatan rendah. Hasilnya, hanya ada sekitar ratusan juta dosis vaksin untuk negara miskin pada pertengahan tahun depan.

Jadi, terlalu kecil jumlah dosis vaksi yang tersedia untuk mengakhiri pemakaian masker dan jarak sosial. Pada akhir 2021, ketika produksi vaksin meningkat sesuai terget 2 miliar, orang baru bisa melepas masker dan mengakhiri jarak sosial.

“Penilaian terbaik kami adalah awal 2021 vaksin diluncurkan, pertengahan tahun yang sama bisa dilihat apakah vaksin menghasilkan kekebalan tubuh komunitas besar,” katanya.

Cina yang paling agresif. Selasa lalu, Wu Guizhen — dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit — mengatakan orang Cina akan memiliki akses ke vaksin pada awal November atau Desember 2020.

Presiden AS Donald Trump berjanji akan ada vaksin sebelum pemilu presiden. Muncul kekhawatiran regulator AS akan tunduk pada tekanan politik, dan mengeluarkan ijin penggunaan vaksin sebelum waktunya.

Swaminathan mengatakan WHO berencana mengeluarkan pedoman penggunaan vaksin darurat pekan depan.

“Semua uji coba yang sedang berlangsung memiliki tindak lanjut setidaknya 12 bulan, jika mungkin akan lebih lama,” katanya. “Itu adalah waktu yang biasa untuk lebih memastikan pengguna vaksin tidak mengalami efek samping jangka panjang setelah beberapa pekan pertama.”

Swaminathan mengatakan pandemi membuat banyak regulator ingin melakukan listing darurat. Ini bisa dimaklumi. Namun, katanya, perlu ada bebera kriteria.

“Yang kami ingin lihat adalah kemanjuran, tapi saya pikir yang lebih penting adalah keamanan,” katanya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) akan segera mengeluarkan pedoman penggunaan darurat. Cina telah melakukan sejak awal, dengan menguji tiga vaksin ke warga sipil sejak Juli 2020.

Sebelumnya, Juni 2020, Cina menguji vaksin ke sejumlah personel militer. Seorang pejabat senior perusahaan farmasi milik negara mengatakan ratusan ribu orang Cina telah divaksinasi.

Menanggapi pertanyaan soal uji coba Cina, Swaminathan mengatakan; “Regulator nasional punya kewenangan melakukan di wilayah sendiri.” Namun, katanya, mereka harus memberlakukan tengat waktu bagi perusahaan memberikan dan dan ijin penggunaan darurat dapat dicabut jika uji coba tahap akhir tidak memenuhi persyaratan.

Marie-Ange Saraka-Yao, direktur pelaksana Aliansi Vaksin Global (Gavi), mengatakan perundingan masih berlangsung antara Cina dan aliansi tentang kemungkinan Cina bergabung dengan Covax.

Gedung Putih telah mengumumkan AS tidak akan bergabung, tapi pembicaraan masih berlanjut. Jika AS dan Cina tidak ikut di Covax, muncul pertanyaan tentang kelayakan rencana WHO.

Sejauh ini 84 negara bergabung ke dalam aliansi. Terdiri dari 44 negara berpenghasilan tinggi dan 39 negara berpenghasilan menengah ke atas.

Ada 92 negara berpenghasilan rendah yang memenuhi syarat mendapatkan vakasin gratis, atau vaksin subsidi negara kaya.

Back to top button