Gejala Baru Covid-19 Itu Bernama Ensefalopati
JERNIH – Serangan virus corona baru terus mengeluarkan senjata-senjata barunya. Beberapa gejala awal baru muncul ditemukan pada sejumlah orang yang sudah terpapar virus Covid-19 ini.
Selama ini gejala umum sudah banyak diketahui seperti demam tinggi, batuk terus menerus, serta kehilangan indera perasa dan penciuman. Penelitian di beberapa tempat menunjukkan efeknya jauh lebih luas ketimbang hanya tiga gejala tersebut. Gejalanya juga banyak yang tidak dilaporkan dialami oleh pasien positif. Salah satu gejala yang cukup bandel dan bisa bertahan pada pada tubuh penderita Covid-19 adalah masalah neurologis.
Laporan teranyar dari peneliti di Northwestern mengungkap bahwa hampir 82 persen pasien virus corona mengalami beberapa jenis gejala neurologis di beberapa titik selama mereka terinfeksi.
Dilansir dari Express UK, Jumat (23/10) studi tersebut melibatkan 509 pasien yang gejala virusnya sangat parah sehingga membutuhkan rawat inap. Banyak pasien mengalami gejala umum tetapi ada juga yang mengalami kasus ensefalopati, yakni sebanyak 31 persen dari peserta.
Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), ensefalopati adalah istilah untuk setiap penyakit otak yang menyebar dan mengubah fungsi atau struktur otak. Ciri dari ensefalopati adalah kondisi mental yang berubah.
“Bergantung pada jenis dan tingkat keparahan ensefalopati, gejala neurologis yang umum adalah hilangnya memori dan kemampuan kognitif secara progresif, perubahan kepribadian halus, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, lesu, dan hilangnya kesadaran secara progresif,” catat NINDS.
Ini dapat membantu menjelaskan gejala kabut otak yang sering dilaporkan muncul dalam laporan gejala selama pandemi. Seorang pasien mengungkapkan dampak gejala samar ini dalam 7 bulan setelah pertama kali terinfeksi virus corona.
Mirabai Nicholson-McKellar, pasien dari Byron Bay mengatakan bahwa kabut otak merupakan deskripsi yang inferior tentang apa yang sebenarnya terjadi. Menurutnya, gejala yang ada cukup melumpuhkan sehingga orang tidak dapat berpikir jernih untuk melakukan aktivitas. “Ini seringkali menghalangi saya untuk dapat melakukan percakapan yang koheren atau menulis pesan teks atau email,” katanya kepada The Guardian.
Hasil studi itu memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya yang mengungkap bahwa penyakit Covid-19 dapat memengaruhi kondisi neurologis orang-orang yang terinfeksi oleh virus corona penyebab pandemi global ini. [*]