Pertamina Harus Hati-hati Kalau Mau Beli Minyak Rusia
Meskipun Pertamina berpendapat kalau pengadaan minyak dari Rusia sudah dikoordinasikan dengan pihak Kementerian Luar Negeri dan Bank Indonesia, bukan berarti itu bisa dengan mudah dilakukan. Salah-salah, Indonesia justru dianggap tengah mempertontonkan kalau negeri ini sedang melawan sanksi dari Barat terhadap negeri beruang merah.
JERNIH-Terkait perang antara Rusia dan Ukraina, memang ada ancaman global terhadap persediaan minyak dunia. Sebab seperti diketahui bersama, Rusia merupakan salah satu produsen besar soal komoditas ini.
Di lain pihak, Pertamina menilai kalau harga minyak mentah asal Rusia saat ini sedang murah dan ada rencana melakukan pembelian dari negeri beruang merah guna memenuhi kebutuhan nasional. Namun upaya ini, sangat berbahaya.
Sebab bukan apa-apa. Kalau ada setetes saja minyak dari Rusia mengalir ke Indonesia, bisa jadi negeri ini malah dituding sebagai sekutu Vladimir Putin di tengah sanksi ekonomi yang tengah dijatuhkan kepadanya. Dan pertanyaannya, apakah pemerintah sudah memperhitungkan konsekuensinya atau belum?
“Kalau belum maka tentunya hal ini akan menempatkan Indonesia jadi sasaran tembak bagi AS dan NATO. Terjebak arus global. Harusnya Indonesia punya potensi untuk menjadi penengah dari konflik ini. Jadi bila kita ingin jadi penengah dalam konflik ini maka Indonesia jangan coba-coba membeli minyak dari Rusia karena akan memprovokasi barat,” kata Achmad Nur Hidayat MPP menjelaskan.
Achmad, merupakan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta. Dalam keterangannya pada Kamis (31/3) kemarin, dia menilai kalau rencana Pertamina itu, secara Business to Business, memang tak ada masalah. Namun dari sudut pandang geopolitik, ada makna kontroversial yang dikandungnya sebab Rusia kini sedang diembargo negara-negara barat.
Meskipun Pertamina berpendapat kalau pengadaan minyak dari Rusia sudah dikoordinasikan dengan pihak Kementerian Luar Negeri dan Bank Indonesia, bukan berarti itu bisa dengan mudah dilakukan. Salah-salah, Indonesia justru dianggap tengah mempertontonkan kalau negeri ini sedang melawan sanksi dari Barat terhadap negeri beruang merah.
“DPR bersama Pertamina dalam rapat dengar pendapat harus berhati-hati. Yang menentukan keberpihakkan terhadap konflik ini bukan DPR ataupun Pertamina, melainkan Presiden karena Presiden yang diberikan mandat oleh rakyat untuk mendeklarasikan perang atau berdamai berdasarkan aspirasi masyarakat,” kata Achmad mewanti-wanti.[]