POTPOURRI

Gugatan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Prematur

Meski terlihat sederhana, pergeseran itu menjadi penghalang dan melanggar hak konstitusional para pelaku di bidang kesehatan hewan dan para pengguna jasanya. Dari sinilah, PDHI mendasari gugatan terhadap UU Cipta Kerja

JERNIH-Apakabar Undang-Undang Cipta Kerja yang menurut Mahkamah Konstitusi (MK) berstatus inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki dalam tempo dua tahun oleh pembuat Undang-Undang?

Pada 25 November 2021 lalu, MK menyatakan kalau pembentukan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja (Lembaran negara RI tahun 2020 nomor 245, tambahan lembaran negara RI nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan tersebut diucapkan.

Menurut Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Undang-Undang nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan (UUPKH) dalam UU Cipta Kerja mengalami pergeseran dengan menyebutkan bahwa, setiap orang yang berusaha di bidang pelayanan kesehatan, semula wajib memiliki izin usaha, kini wajib memenuhi perizinan berusaha.

Meski terlihat sederhana, pergeseran itu menjadi penghalang dan melanggar hak konstitusional para pelaku di bidang kesehatan hewan dan para pengguna jasanya. Dari sinilah, PDHI mendasari gugatan terhadap UU Cipta Kerja bersama warga negara Indoesia lainya seperti Jeck Ruben Simatupang, Dwi Retno Bayu Pramono, Deddy Fachruddin Kurniawan, Oky Yosianto Christiawan dan Desyanna.

Di dalam gugatannya, mereka mengajukan uji materil atau judicial review kepada MK terkait pasal 34 angka 16 ayat 2 dan pasal 34 angka 17 ayat 1 Undang-Undang tersebut, mengenai perubahan pasal 69 ayat 2 dan pasal 72 ayat 1 UU PKH. Sebab sebagai representasi profesi dokter hewan dan pengguna jasa, pada akhirnya mereka tak dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan layak, lantaran perizinan usaha mewajibkan persyaratam yang bertolak belakang dengan ide kemudahan dalam proses pengajuan izin berusaha atau filosofi pasal 27 ayat 2 UUD 1945 sebagai landasan UU Cipta Kerja.

“Perizinan berusaha demikian dipandang membawa konsekuensi perizinan berusaha pada subsektor peternakan dan kesehatan hewan mempunyai tingkat risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi UMKM dan/atau usaha besar,” ujar Putu Bravo Timothy, kuasa para pemohon seperti dilansir laman resmi MK.

Padahal, kegiatan usaha pada subsektor pertanian dan kesehatan hewan dikategorikan sebagai usaha kecil. Sementara setiap orang yang berusaha di bidang pelayanan kesehatan hewan, harus memeiliki modal usaha lebih dari Rp 1 miliar guna memulai atau melanjutkan pekerjaannya.

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim MK Manahan MP Sitompul memberi nasehat, bahwa hal terpenting yang perlu diperhatikan para pemohon dalam mengajukan permohonan adalah mengurai identitas para pemohon, kewenangan MK, legal standing, alasan pemohon dan hal yang dimohonkan.

“Itu sudah harus jelas dalam suatu permohonan. Jadi tidak perlu kalau ada kata-kata pembukaan ataupun pendahuluan dalam permohonan pengujian undang-undang,” kata Manahan.

Di lain pihak, Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh, menyoroti badan hukum privat dan PDHI. Dia mempertanyakan forum tertinggi dalam anggaran dasar PDHI, apakah berupa kongres atau munas.

“Agar bisa diberi informasi untuk Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia ini, forum pengambilan keputusannya apa yang tertinggi,” kata Daniel.

Akhirnya, lantaran tak diurai dengan gamblang terkait identitas para pemohon, MK menolak gugatan tersebut dan menyatakan permohonan para pemohon tak dapat diterima.

Majelis MK menyebutkan, secara formil Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat di dalam putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020 sehingga tak sah diberlakukan sampai ada perbaikan dalam tenggang waktu dua tahun. Apalagi, dalam amar putusan a quo angka 7, MK bilang menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Dari situ, maka tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. Dengan begtu, permohonan para pemohon dari PDHI dan pihak terkait lainnya menjadi prematur.[]

Back to top button