Solilokui

Curahan Hati (Curhat) Menteri Etho

Sang Senior bercerita, selama ini Menteri Etho bukan tak mendengar atau membaca dari medsos soal tudingan bahwa dirinya sangat ambisius. Kadang, kabar tak sedap itu disampaikan teman-teman baiknya. Tentu teman baik, karena hanya teman baik yang bersedia tidak popular dengan tidak mengambil sikap Asal Babe Senang alias ABS.

JERNIH–Ahad (19/2) bada Ashar, telepon seluler saya berkedip tanda adanya panggilan masuk. Ternyata dari seorang senior yang telah saya kenal dekat sejak hampir seperempat abad lalu, 1999. Biasanya nyaris setiap pekan kami berkontak, membincangkan banyak hal. Ini kontak pertama setelah sekitar tiga pekan ia dihajar segala kesibukan yang bisa saya amati lewat pemberitaan.  Wajar bila obrolan per telepon sore itu lebih lama dari biasa.

Dari banyak subjek, yang paling menarik perhatian saya adalah obrolannya dengan Menteri BUMN, Erick Thohir (Etho). Kejadiannya juga lebih aktual, Ahad pagi, saat keduanya secara tak sengaja bertemu di ruang tunggu Bandara Halim. Lebih ‘ndilalah’ lagi, baik senior saya maupun Menteri Etho tengah menunggu penerbangan dalam pesawat yang sama, menuju Bandung, Jawa Barat. Tujuan mereka ke Bandung pun serupa, menghadiri acara “Birukan Langit” yang digelar Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengundang keduanya.   

“Pak Erick curhat ke saya,” kata Sang Senior, membuat telinga saya yang menempel pada speaker hand phone mungkin segera teracung penasaran. Saya tak ingin menyela dengan respons apapun. Ia bercerita, dirinya telah lama mengenal dekat Etho. Pertemuan terakhir keduanya terjadi pada 2021, saat Menteri Etho menerima gelar adat dari masyarakat Lampung. Waktu itu Etho dianugerahi gelar adat marga Dantaran dalam prosesi Seangkonan Muakhi, yang dilakukan di Lampung, Jumat, 18 Juni 2021.

“Setelah itu, lama tak ketemu. Sampai tadi pagi itu,” kata dia.

Sang Senior bercerita, selama ini Menteri Etho bukan tak mendengar atau membaca dari medsos soal tudingan bahwa dirinya sangat ambisius. Kadang, kabar tak sedap itu disampaikan teman-teman baiknya. Tentu teman baik, karena hanya teman baik yang bersedia tidak popular dengan tidak mengambil sikap Asal Babe Senang alias ABS.

“Kita tidak tahu apa yang terjadi esok. Takdir saya hari ini pegang amanah jadi ketua umum PSSI,”kata Etho.

Etho, menurut Sang Senior, menduga tudingan itu datang dari banyaknya amanah yang diemban dirinya. Sebagaimana diketahui publik, sejak sukses memimpin perhelatan pesta olahraga Asia, ASIAN Games 2018, Etho seolah kebanjiran amanah. Pada 2019 ia dipercaya Presiden Jokowi sebagai menteri BUMN di kabinet. Begitu pandemi COVID-19 menyerang, ia juga mendapat tugas penting dari Jokowi dengan menjadi ketua pelaksana Tim Pengendalian COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Tugas Etho terutama mengoordinasikan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 saat itu, Doni Monardo, dan Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional, saat itu, Budi Gunawan Sadikin. Etho waktu itu bertugas di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Jadi, manakala pada Jumat (17/2) lalu Etho pun terpilih sebagai ketua umum PSSI, tudingan tak sedap itu menurutnya kembali merebak. “Padahal, saya tak lain kecuali menerima perintah,”kata Senior itu, menirukan pernyataan Etho kepadanya. Menurut Etho, dirinya tak pernah menolak kepercayaan orang. Apalagi bila dilihatnya memang ada masalah yang menuntut dirinya berbuat dan membawa solusi.

“Saya tak pernah punya kepentingan apa-apa. Alhamdulillah saya sudah punya semua. Saya Lillahi taála. Saya hanya ingin memberikan yang terbaik yang saya bisa. Dan jujur saja, saya menyukai tantangan,”kata Etho. Soal PSSI, Etho mengaku bersedia karena memang melihat ada masalah besar yang menganga di organisasi persepakbolaan nasional itu. “Kompetisi kan harus terus berjalan, karena itu juga melibatkan penghidupan sekian banyak orang,”kata Etho. 

Menurut Etho sebagaimana diceritakan ulang Sang Senior, hampir semua hal itu terhubung dengan Presiden Jokowi. “Boleh dibilang, saya menerima semua amanah itu atas perintah Presiden. Loyalitas saya selalu tegak lurus.”

Dengan kedekatannya dengan Presiden itulah, kata Etho kepada Sang Senior, ia bisa menjadi jalan dipermudahnya penyelenggaraan Konser “Kehidupan Ketiga” Ari Lasso, Oktober 2022 lalu, serta Konser Dewa 19 yang pada awal Februari lalu terselenggara dengan megah dan meriah di JIS, Jakarta.   

Tanpa didasari sikap ujub, Etho menyatakan, meski belum paripurna, ia tidak benar-benar kosong dari pengalaman di dunia olahraga, termasuk sepak bola. Pada 2004-2006 ia sempat menjabat sebagai presiden Persatuan Bola Basket Indonesia (PERBASI). Etho pun sempat terpilih sebagai presiden Asosiasi Bola Basket Asia Tenggara (SEABA) selama tiga periode sejak 2006.

Di dunia sepak bola, Etho pernah menjadi pemegang saham Inter Milan, salah satu klub sepak bola besar di Italia. Pada 2013, ia bahkan menjadi presiden Inter Milan. Tidak hanya itu, ia pun sempat menjadi pemilik klub di Amerika Serikat, DC United, sementara di dalam negeri Etho pernah menjadi wakil komisaris Persib Bandung dan menjadi pemilik Persis Solo.

“Mungkin, dengan terlibat langsung di PSSI, hubungan saya dengan Presiden FIFA bisa dioptimalkan buat kebaikan persepakbolaan di negara kita,”kata Sang Senior, menirukan Etho.

Tampaknya, apa yang dikatakan Menteri Etho pada senior saya itu harus kita acuhkan dan beri perhatian. Setidaknya, tanpa menunggu waktu, sehari setelah dirinya terpilih menjadi ketua umum PSSI, Sabtu (18/2) Etho mengunjungi rumah salah satu wasit Liga 2. Karena tidak adanya pertandingan akibat macetnya kompetisi, sang wasit harus berjuang menghidupi keluarganya dengan berjualan kembang tahu di Jakarta Selatan. Hal itu terekam melalui akun Twitter @pangeransiahaan, yang mengunggah kabar itu melalui cuitannya.

Lalu, ternyata sepulang dari Bandung, pada Ahad sore Menteri Etho langsung memimpin PSSI untuk berkolaborasi dengan jajaran Polri. Bersama Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Etho memulai langkah tegas untuk membabat habis mafia sepak bola. Menurut Erick, praktik mafia sepak bola harus diganjar sanksi tegas secara hukum. Bersama Polri, Etho bertekad mengungkap sekaligus menyeret oknum-oknum mafia itu ke jeruji besi.

“Kita vonis kartu merah untuk para mafia bola. Sepak bola kita sulit berkembang selama mafia pengatur skor belum kita tendang,”ujar Etho saat memberikan keterangan pers di Media Center Stadion GBK, Ahad (19/2) sore. Ia berjanji, dari otak hingga pembantu mafia sepak bola akan diproses tegas. Tidak hanya pidana, ancaman larangan berkecimpung di sepak bola seumur hidup pun akan dijatuhkan PSSI.

“Akarnya yang perlu kita cabut, dan kita tidak boleh takut!” kata Etho. [dsy/INILAH.COM]

Back to top button