Spiritus

Sahur Kita dan Sahur Mereka

Di Masjidil Haram Mekah dan Masjid Nabawi Madinah, makan sahur disediakan setelah shalatullayl. Peminatnya tak seramai acara buka bersama. Di rerata masjid di Indonesia belum menjadi tradisi walau sudah satu dua masjid mulai mengadakan. Perlukah ada sahur bersama di masjid-masjid dan mushalla?

Oleh: Prof Dr KH Ahmad Imam Mawardi

SUDAH makan sahur? Bersyukurlah. Ada keberkahan dalam sahur, walaupun hanya seteguk air. Rasulullah menganjurkan kita bersahur saat esok harinya akan berpuasa. Siapakah yang sahurnya paling barakah? Tak bisa dikur dengan ragam menu yang dimakan. Keberkahan ditentukan oleh syukur dan niat hati kita saat bersahur.

Prof Dr KH Ahmad Imam Mawardi

Kalau buka puasa bersama sudah lama menjadi tradisi yang menghebohkan, makan sahur bersama belum sampai pada tahapan yang sama. Di Masjidil Haram Mekah dan Masjid Nabawi Madinah, makan sahur disediakan setelah shalatullayl. Peminatnya tak seramai acara buka bersama. Di rerata masjid di Indonesia belum menjadi tradisi walau sudah satu dua masjid mulai mengadakan. Perlukah ada sahur bersama di masjid-masjid dan mushalla? Jawabannya mungkin tergantung pada dari sisi mana titik berat perhatian kita.

Kalau melihat masyarakat memiliki animo besar i’tikaf di masjid, sahur bersama di masjid sepertinya sangat membantu mereka yang i’tikaf itu. Demikian pula kalau kita perhatikan ada orang yang sedang dalam perjalanan lalu berhenti di masjid untuk menunggu subuh, maka sahur bersama di masjid menjadi sangat membantu. Tentu, tidak semua masjid berlaku pertimbangan yang sama.

Sahur bersama juga menjadi penting untuk dilaksanakan di masjid atau langgar desa yang masyarakatnya berada dalam garis kemiskinan ekonomi namun kaya dalan hal semangat keagamaannya. Jangan menyangka bahwa sahur mereka adalah sama dengan sahur kita  ada wilayah di mana masyarakatnya kesulitan sekali untuk bersahur yang layak.

Saya tahu persis, ada banyak keluarga yang hanya memiliki nasi jagung dan sepotong singkong untuk sahur bersama keluarganya. Sebagai kuah agar terasa ada rasa asinnya hanya mencukupkan air hangat yang ditaburi garam. Mereka tidak pernah mengeluh apalagi protes kepada Allah.

Mereka dengan senyum setelah sahur melangkah menuju masjid atau langgar/mushalla untuk shalat subuh. Merinding dan menetes air mata saya mengetahui kisah beberapa keluarga seperti ini. Sementara ada sebagian kita yang makan sahurnya berlebih dan kadang bersisa banyak untuk terbuang di pagi hari.

Ketika saya mengusulkan perlu diadakan sahur bersama di desa-desa yang masyarakatnya miskin, ada yang bertanya apakah pahalanya sama dengan mengadakan buka bersama? Rupanya, kebanyakan kita masih beroirientasi pada besaran pahala. Jawaban saya, sahur bersama itu adalah untuk mendukung kekuatan orang berpuasa di siang harinya, sementara buka bersama adalah membantu orang yang berpuasa untuk mengakhiri puasanya. Dua-duanya berpahala besar.

Sang penanya masih bertanya mana dalilnya sahur bersama? Spontan saya jawab bahwa dalilnya akan saya sediakan kalau si penanya sudah menyumbang sahur bersama. Kadang orang yang bolak balik bertanya adalah hanya bertanya tanpa menghidupkan kepekaan hati nuraninya. Saya lebih senang melihat orang yang berbuat dengan tulus ikhlas demi melihat saudara-saudaranya menikmati makan sahur seperti dirinya. Alangkah mulianya.

Sebentar lagi akan tiba waktu imsak. Saya sudahi dulu tulisan ini, saya ingin minum seteguk lagi air putih. Semoga Allah menerima niat dan puasa kita. Salam, A. I. Mawardi. [*]

* Founder and Director di Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya

Back to top button