Veritas

Mungkinkah Penyelenggaraan Haji Dibatalkan Akibat Covid-19?

Riyadh –– Sejak pekan lalu Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, dua tempat paling suci bagi umat Islam, sepi. Gambar-gambar Ka’abah yang lengang, tanpa orang tawaf di sekelilingnya, menghiasi ribuan situs dan menimbulkan kesedihan mendalam.

Kali pertama, setidaknya dalam seratus tahun terakhir, struktur kubus hitam di tengah Masjidil Haram benar-benar tanpa manusia berdoa di sekelilingnya. Semua ini terjadi setelah pemerintah Arab Saudi menutup masjid untuk ibadah umroh, sebagai upaya menghentikan penyebaran virus korona.

Sekujur Masjidil Haram disemprot disinfektan, dibersihkan, dan dijaga aparat agar tidak dimasuki jamaah. Masjid sempat dibuka lagi untuk shalat Jumat, tapi kemudian ditutup lagi.

Terakhir, pemerintah Arab Saudi melarang jamaah menunaikan shalat di halaman Masjidil Haram. Larangan yang membuat Masjidil Haram berjarak dengan jamaah yang bermukim di sekelilingnya.

Tidak diketahui kapan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dibuka lagi untuk umroh. Yang pasti, Arab Saudi — semperti seluruh negara yang terkena wabah — sedang dibuat sibuk mencegah virus korona.

Jumlah kasus terus bertambah. Senin lalu, misalnya, Arab Saudi mencatatkan 51 kasus baru, dan total kasus menjadi 562 tanpa korban tewas.

Terakhir, Arab Saudi menerapkan jam malam untuk mencegah kerumunan massa di malam hari. Pelanggar diancam denda 10 ribu riyal, atau Rp 44 juta, dan pelanggar berulang dijebloskan ke penjara.

Muncul pertanyaan, mungkinkah ibadah haji tahun ini berlangsung seperti biasa?

Musim haji tahun ini berlangsung Juli 2020. Saat itu, jutaan umat Islam dari seluruh dunia — diperkirakan mencapai dua juta — menyemut di satu kota Mekkah, dan melakukan perjalanan ke Madinah.

Jeddah, kota yang menjadi tempat persinggahan, juga akan dipenuhi ratusan ribu orang setiap hari. Hampir tidak ada ruang kosong di tiga kota itu selama musim haji.

Jika wabah virus korona tidak memperlihatkan tanda-tanda akan usai, bukan tidak mungkin ibadah haji musim ini ditiadakan. Sesuatu yang mungkin belum terpikirkan pemerintah Arab Saudi.

40 Kali Ibadah Haji Ditiadakan

Jika ibadah haji tahun ini ditiadakan, itu bukan yang pertama dalam sejarah, tapi yang kali kesekian. Situs alaraby.co.uk memberitakan pekan lalu Saudi King Abdulaziz Foundation for Research and Archives merilis pernyataan sepanjang sejarah telah 40 kali ibadah haji dibatalkan, atau jumlah jamaah sangat rendah.

Pembatalan haji paling terkenal terjadi pada abad ke-10 Masehi, atau abad ketiga dalam kalender Islam, ketika sekte tidak dikenal mengambil alih Masjidil Haram.

Orang-orang Qarmati, penganut sekte heterodox berbasis di sebelah timur Arab dan dipimpin Abu Taher al-Janabi, menyerbu dan menguasai Masjidil Haram.

Penulis AS Kenneth Rexroth mengatakan orang Qarmati menganut Shiah Ismailiyah bercampur gnostik. Mereka sangat egaliter, dan disebut-sebut sebagai masyarakat komunis yang mengendalikan wilayah besar sebelum abad ke-20.

Mereka menyebut haji sebagai ritual pagan. Abu Taher, pada tahun 930, menyerang Mekkah saat musim haji. Sejarah mencatat, orang Qarmati membunuh 30 ribu jamaah sambil mengejak ayat-ayat Alquran.

Seluruh mayat dibuang ke sumur zamzam yang suci. Mereka sempat mencuri batu hitam dari Ka’bah. Akibatnya, selama sepuluh tahun ibadah haji ditiadakan.

Sebelumnya, tahun 865, Ismail bin Yousef — dikenal dengan nama lain Al Safak — memimpin pemerontakan melawan Dinasti Abbasiyah. Pasukan Bin Yousef menyerang Arafah, dan memaksa pembatalan ibadah haji.

Tahun 1000 ibadah haji dibatalkan karena alasan sederhana; meningkatnya biaya perjalanan. Jamaah sangat sedikit.

Tidak hanya konflik dan masalah ekonomi yang membatalkan ibadah haji. Tahun 1831 ibadah haji dibatalkan setelah wabah kolera dari India menewaskan hampir 75 persen jamaah. Jamaah yang sehat diungsikan ke luar kota, agar tidak tertular.

Antara 1837 sampai 1892 ibadah haji tetap diselenggarakan kendati terjadi infeksi menular. Akibatnya, menurut Saudi King Abdulaziz Foundation for Research and Archives, setiap hari ratusan jamaah tewas di jalan-jalan.

Sebelum abad modern penyebaran wabah dan infeksi selama ibadah haji sangat mengkhawatirkan. Maklum, saat itu belum ada sistem kesehatan, dan rumah sakit tidak memadai untuk merawat korban wabah mematikan.

Kini, wabah virus korona mengkhawatirkan dunia. Bukan tidak mungkin wabah ini sangat mengganggu perjalanan dan penyelenggaraan ibadah haji, serta kemampuan umat Islam melaksanakan salah satu pilar utama keimanan Islam.

Back to top button