Politik Segregasi Agama di Tengah Wabah Covid-19 di India
- Pasien beragama Hindu merasa tidak nyaman satu kamar dengan Muslim.
- Pemerintah nasionalis Hindu menerapkan politik segregasi agama di rumah sakit.
- Kampanye Islamofobia Partai Bharatiya Janata berhasil.
Ahmedabad — Sebuah rumah sakit pemerintah di Ahmedabad, kota terbesar di negara bagian Gujarat, India, menerapkan segregasi berdasarkan agama terhadap pasien Covid-19. Petugas mengatakan mereka menjalankan instruksi pemerintah.
Dr Gunwant H Rathod, pengawas medis RS Ahmedabad, mengatakan biasanya bangsal pasien pria dan wanita terpisah. Kini, yang ada adalah bangsal Hindu dan Muslim.
“Ini keputusan pemerintah. Silahkan bertanya kepada mereka,” kata Dr Gunwant H Rathod kepada The Indian Express.
Baca Juga:
— Dituduh Menyebar Covid-19, Muslim India Menghadapi Ancaman Pembantaian
— Covid-19 di India: Satu Pemuka Agama Tewas, 15 Desa Dikunci
— Di India: Tembak di Tempat Untuk Pelanggar Jam Malam
Gujarat diperintah Partai Bharatiya Janata (BJP), partai berbasis Hindu sebagai agama mayoritas. Di sini Narendra Modi, perdana menteri India saat ini, membangun reputasi selama 13 tahun.
Al Jazeera bertanya kepada Jayanti Ravi, sekretaris utama di pemerintahan Gujarat, mengenai segregasti agama di rumah sakit. Ia mengatakan; “Silahkan bertanya keapda Dr Sanjay Solandi, petugas medis di rumah sakit.”
Ketika Al Jazeera bertanya kepada Solanki, petugas medis itu mengatakan; “Silahkan berbicara kepada Rathod. Dia orang yang tepat diajak bicara.”
Rathod ditanya lagi, kali ini lewat telepon, tapi tak menjawab.
Menteri Kesehatan dan wakil menteri Gujarat Nitin Patel membantah adanya segregasi menurut agama di rumah sakit.
“Apa pun yang diperlukan untuk memberi perawatan terbaik yang mungkin dilakukan,” kata Patel, dan menutup teleponnya.
Departemen Kesehatan Negara Bagian Gujarat juga mengeluarkan pernyataan resmi, bahwa laporan adanya bangsa terpisah Hindu dan Muslim tidak benar.
“Pasien disimpan di bangsal berbeda berdasarkan kondisi medis, keparahan, dan usia,” demikian keterangan Departemen Kesehatan Gujarat. “Ini berdasarkan saran dokter setempat. Jadi, laporan media tidak berdasar.”
Mengutip sorang pasien, The Indian Express memberitakan pada Minggu malam, 28 pria yang dirawat di bangsal pertama dipanggi. dan dipindahkan ke bangsal lain.
“Kami tidak diberita tahu mengapa dipindah,” kata pasien itu. “Semua yang dipanggil adalah Muslim.”
Pasien itu berbicara kepada staf medis rumah sakit, dan dijawab; “Demi kenyamakan kedua komunitas.”
Seorang dokter mengatakan pasien beragama Hindu merasa tidak nyaman berada di bangsal yang sama dengan pemeluk agama minoritas, yaitu Muslim.
“Setelah beberapa pasien mengeluh, diputuskan untuk memisahkan mereka sementara,” kata seorang dokter yang enggan menyebut nama.
Sosiolog Ghanashyam Shah mengatakan; “Saya tidak terkejut dengan semua itu.”
Menurutnya, itu tindakan apartheid. Penyebabnya, propaganda partai pemerintah bahwa Muslim menyebarkan virus benar-benar dimakan mayoritas penduduk Hindu.
“Semua itu terlihat di Gujarat,” katanya.
Menurutnya, semua itu dipicu pertemuan besar Jamaah Tabligh di Delhi, Maret lalu. Kini, sasaran semua orang bukan lagi pada Jamaah Tabligh, tapi semua pemeluk Islam.
Usai pertemuan itu, belasan anggota Jamaah Tabligh positif mengidap Covid-19, yang memicu perburuan terhadap anggota jamaah di seluruh negeri.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) berusaha meredakan keadaan dengan mengatakan mengidap virus bukan kesalahan siapa pun. Setiap kasus adalah korban.
“Sangat penting betapa kita tidak membuat profil berdasarkan ras, agama, dan etnis,” kata Mike Ryan direktur program darurat WHO.
Media melapokan hampir 500 orang terjangkit virus korona adalah pemeluk Islam. Gujarat sekian lama menjadi basis perpecahan komunal, dan Covid-19 tidak membuat kedua agama bersatu memeranginya.