Crispy

Penduduk Yangon Tangkap 22 Preman Bayaran Pro-Militer

  • Salah satu preman bayaran membawa buku catatan pembayaran.
  • Buku yang sama ditemukan di sebuah truk yang membawa kelompol pro-militer.
  • Bayaran untuk preman berkisar antara Rp 10 ribu sampai Rp 400 ribu.
  • Tidak ada laporan mereka juga dapat nasi bungkus.

JERNIH — Penduduk Yangon melawan aksi kekerasan terhadap pengunjuk rasa, menangkap 22 preman pro-militer, dan menemukan buku catatan pembayaran.

Warga juga menyita buku catatan lain dari truk yang digunakan pendukung militer. Isinya, daftar nama-nama yang mendapat bayaran antara 1.000 kyata sampai 40 ribu kyata, atau Rp 10 ribu sampai Rp 400 ribu.

Foto kedua buku beredar di dunia maya. Banyak netizen percaya buku itu adalah bukti militer membayar preman untuk menyerang aksi unjuk rasa anti-kudeta.

Bagi kebanyakan penduduk Myanmar, militer membayar preman bukan sesuatu yang baru. Laporan investigasi Myanmar Now 2019 menemukan bukti Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP), partai proxy militer, membayar beberapa orang untuk menghadiri aksi mendukung Biksu Wirathu sambil menipu orang lain untuk hadir.

Biksu Wirathu adalah ultranasionalis Myanmar pemberi legitimasi relijius pembantaian Muslim Rohingya.

Perlawanan Warga

Pendukung militer berkumpul di dekat Bioskop Thamada sekitar pukul 08:30 pagi, dengan spanduk bertuliskan Kami Mendukung Pembela Kami.

Warga yang bermukim tak jauh dari stasiun kereta utama, dan menampung banyak pekerja kereta, merespon dengan memukul panci dan wajan untuk menyatakan ketidak-setujuan.

Pendukung militer marah dan melempari warga dengan batu. Empat orang terluka di kepala, delapan lainnya luka ringan.

Nay Myo Aung, saksi mata kejadian, mengatakan kelompok pro-militer menari mengikuti nyanyian dan warga terus memukul wajan dan panci.

“Sekitar pukul 09:00 kelompok pro-militer menyerang warga dengan ketapel dan tongkat logam,” kata Myo Aung. “Warga; anak-anak, orang tua, laki-laki dan perempuan, membalas dengan melempari kelompok pro-militer dengan botol.”

Kelompok pro militer terdesak dan lari ke Jl Pagoda Sule. Jalan telah diblokir, tapi polisi membukanya untuk membiarkan kelompok pro militer kabur.

Saat itulah warga menangkap orang-orang pro-militer yang terkepung warga. Mereka ditahan di sebuah gedung dan diperiksa. Salah satu dari mereka membawa buku catatan pembayaran.

Usai aksi unjuk rasa, warga menyerahkan mereka kepada polisi. Tidak ada jaminan mereka akan diproses sesuai hukum. Di mana pun, yang berkuasa selalu kebal hukum.

Partai pro-Militer Marah

Salah satu pendukung pro-militer dalam bentrok itu mengenakan t-shirt USDP warna hijau bertuliskan; “Masa Depan yang Lebih Cerah.”

Dari 22 yang ditahan warga terdapat Win Naing, ketua USDP kotapraja Mingalar Taung Nyunt. Lainnya adalah sekretaris USDP kota yang sama.

Setelah Win Naing dan sekretarisnya dibebaskan, wartawan coba mewancarainya. Win Naing, dijaga aparat, bersedia.

Namun saat ditanya apakah USDP mengarahkan pendukung militer menyerang orang-orang, Win Naing naik pitam. Ia menyerang wartawan, merampas dua kamera wartawan dan membantingnya.

Polisi tak bereaksi sama sekali, bahkan mengawal Win Naing dan kawan-kawannya meninggalkan lokasi dengan truk. Tidak ada yang ditindak dalam aksi kekerasan itu, kecuali jika aksi kekerasan dilakukan pengunjuk rasa.

Back to top button