Solilokui

“Percikan Agama Cinta”: Ekstremisme, Musuh Semua Agama

Sudah saatnya, engkau menjadikan agama kembali sebagai mata air nilai. Mengalirkan kebaikan, demi terbangunnya kehidupan di alam semesta ini menjadi jauh lebih indah. Benar, agama untuk peradaban manusia, makmur, dan damai.

JERNIH– Saudaraku,

Di suatu sore di ujung weekend. Aku rutin diajak berpetualang. Menyelami cakrawala pikiran hingga tembus serebral. Aku menerobos batas-batas imajinasi. Melawan kebekuan, bertopeng di balik kendali keakuan palsu.

Deden Ridwan

Selama penjelajahan itu, aku larut dalam kesyahduan. Menyaksikan insan-insan berada pada lokus pusparagam kebajikan: saling bertegur-sapa, tersenyum, penuh makna. Aku pun mencerap segenap penghuni semesta bertasbih: memuji keagungan-Nya dengan khusyu’. Di saban perjumpaan pasti tersimpan keheningan, menyudikan nafas sebilang anasir.

Di saat menjelang senja, aku tiba-tiba tersadarkan di depan laptop, di temani teks-teks agung bersama gemercik air kolam. Aku baru saja kembali menyelami jejak-jejak agama-agama besar di belahan dunia bersama sahabat-sahabat kerenku. Aku tercerahkan, lalu meneguhkan perasaan: sungguh salah besar jika manusia menjadikan agama sebagai sumber malapetaka.

Ketahuilah. Di mana-mana, darah ditumpahkan atas nama agama. Bukan. Itu bukan ajaran agama. Yakinlah, itu hanya sempit dan kerdilnya pemahaman manusia tentang agama. Pendosa, yang melakukan dosa dengan mengatasnamakan agama. Membunuh tanpa ampun, tak peduli siapa pun. Lagi, itu terjadi karena engkau jarang mengalami pertembungan: kurang tamasya dan merasa cukup dengan kebodohan (qonaah al-jahil) sebagai pedamping setia hidupmu.

Renungkanlah. Sudah saatnya, engkau menjadikan agama kembali sebagai mata air nilai. Mengalirkan kebaikan, demi terbangunnya kehidupan di alam semesta ini menjadi jauh lebih indah. Benar, agama untuk peradaban manusia, makmur, dan damai. Agama merupakan medan-titik pertemuan yang disatukan dalam kehendak bersama. Ada kalimatun sawa’, memadukan kita. Itu makna sejati dari Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda, tetapi tetap bersaudara. Warisan para bijak. Ya, ekosistem semacam itu hanya mungkin terjadi, kalau engkau jadikan agama sebagai sumber inspirasi, bukan aspirasi.

Sadarlah. Tantangan terbesar kini agama-agama adalah ekstremisme. Islam, Kristen, Yahudi, Buddha, serta Hindu sama-sama memiliki pengikut golongan ekstrem. Apalagi, dalam ruang sudut agama-agama acap ada celah ortodoksi, tempat kebengisan atas nama agama bersemayam, mencari pembenaran. Mereka mempunyai ciri-ciri sama. Beragama secara ekstrinsik, dan cenderung memeperalat agama untuk memuaskan egonya sendiri. Akibatnya, manusia mengalami alienasi, tercerabut diri dari akar nilai-nilai kemanusiaan. Maka, aku pun menyaksikan, manusia-manusia berkarakter binatang gentayangan, berkedok simbol-simbol kesalehan.

Saudaraku, kembalilah engkau ke dalam hakikat dirimu (tarekat) sekarang pun. Mengenal Tuhan (makrifat) dalam kesunyian batinmu di setiap denyut sambil ditemani secangkir teh. [Deden Ridwan]

Back to top button