7 April 1682, Titik Tolak Runtuhnya Kesultanan Banten.
JERNIH.CO – Tanggal 7 April bertepatan dengan peristiwa sejarah yang terjadi tahun 1682 M. Saat itu, bergolak peperangan yang dipicu perpecahan di antara keluarga kesultanan Banten yang melibatkan VOC. Konflik internal Kesultanan Banten bermula ketika Sultan Abu Nasr Abdul alias Sultan Haji dihasut oleh Wakil Belanda di Banten bernama W. Caeff .
Hasutan Caeff itu membuat Sultan Haji mencurigai ayahnya sendiri yaitu Sultan Ageng Tirtayasa. Ia khawatir takhta banten akan jatuh pada Pangeran Arya Purbaya, putra Sultan Ageng Tirtayasa lainnya. Padahal Sultan Haji telah ditetapkan sebagai putra mahkota oleh ayahnya.Ia akhirnya bersekongkol dengan VOC untuk merebut takhta Banten.
Sejak puluhan tahun VOC terlibat peperangan dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah gagal menyadarkan Amngkurat II agar tidak berhubungan dengan VOC, Sultan Ageng membangkitkan perlawanan Cirebon menentang VOC. Namun Kompeni berhasil memadamkan perlawanan Cirebon. Demikian pula pemerontakan Trunojoyo dapat dipadamkan VOC.
Artikel terkait : Perlawanan Sengit Sultan Ageng Tirtayasa Melawan Kompeni Pasca 7 April 1682,
VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan empat syarat : 1. Cirebon diserahkan kepada VOC, 2. VOC memegang monopoli lada, 3. Apabila ingkar janji, Banten mesti bayar 600.000 ringgit kepada VOC, 4. Pasukan Banten di pantai dan pedalaman Priangan harus ditarik. Empat poin itu disetujui oleh Sultan Haji.
Tahun 1681 Sultan haji mengkudeta ayahnya dan Keraton Surosowan dapat dikuasainya Pada 27 Februari 1682 Sultan Ageng Tirtayasa menyerang VOC dan dapat merebut Surosowan. Sultan Haji diselamatkan dan dibawa ke loji oleh Jacob de Roy. Pasukan Sultan Ageng kemudian menyerang dan mengepung loji.
Serangan itu membuat Kompeni dibawah komando Kapten Sloot, W. Caeff Jacob de Roy dan Sultan Haji kewalahan. Karena semakin terdesak, Kompeni segera meminta bantuan militer ke Batavia. Namun bantun itu tidak mendarat di Banten akibat kekuatan Pasukan Sultan Ageng. Permintaan bantuan pun dikirimkan kembali ke Batavia.
Pada 7 April 1682 kekuatan besar kompeni datang untuk membantu Sultan Haji. Dibawah pimpinan Francois Tack dan De Saint Martin, Belanda menyerang pasukan Sultan Ageng Tirtayasa ke Surosowan dan benteng istana Tirtayasa. Loji yang dikepung pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dibebaskan.
Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dihentikan dengan tipu muslihat. Kompeni berusaha membujuk Sultan Ageng agar menghentikan perlawanan dan kembali ke Banten. Untuk meyakinkan ayahnya, Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk membujuk ayahnya di Ketos. Tipu daya itu berhasil. Malam tanggal 14 Maret 1683 Sultan Ageng Tirtayasa bersedia pulang ke Surosowan.
Namun kenyataanya, pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap Kompeni. Dan penangkapan itu menandakan berakhirnya perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa yang berlangsung puluhan tahun. Sedangkan Pangeran Arya Purbaya berhasil meloloskan diri. 17 April 1684 perjanjian antara Belanda dan Sultan Haji ditandatangani.
Pihak kompeni yang menadatangai perjanjian itu adalah Presiden Komisi Francois Tack, Kapten Herman Dirkse Wanderpoel, Saudagar Evanthart van der Schuer dan Kapten Melayu Wan Abdul Bagus. Dari Banten oleh Sultan Haji, Pangeran Dipaningrat, Kiyai Suko Tajuddin, Pangeran Natanagara dan Pangeran Natawijaya.
Sultan Ageng Tirtayasa dibawa ke Batavia dan dipenjara di sana sampai meninggal dunia tahun 1692. Jenazah Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipulangkan atas permintaan cucunya, yaitu Sultan Abdul Al Mahasin Zainul Abidin dan dimakamkan di kompleks Mesjid Agung Banten. Wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa membawa Banten dalam cengkraman kompeni. Kerajaan yang jaya dan tangguh itu akhirnya bernasib sama dengan Mataram dan Cirebon
Peperangan mulai reda, namun semangat perlawanan yang dilakukan rakyat Banten tetap tumbuh. Sultan Haji diangkat Belanda sebagai Sultan Banten tahun 1682 dan berkuasa lima tahun sampai 1687. Tahun 1684-1685 Belanda mendirikan Benteng Speelwijk, arsiteknya bernama Hendrick Lucaszoon Cardeel yang sudah masuk islam.
Masa pemerintahan Sultan Haji diwarnai oleh kerusuhan dan pemberontakan disana sini. Belanda tidak tenang berada di Banten. Banyak pedagang maupun patroli kompeni yang dibunuh. Bahkan terjadi peristiwa kerusuhan yang mengakibatkan 2/3 bangunan di dalam kota habis terbakar. Demikian pula di lautan, kapal VOC banyak di bajak oleh pembajak ‘negara’ yang bermarkas di perairan Bojonegara.
Berkuasanya Belanda di Banten serta kesewenangannya dalam monopoli membuat Sultan Haji akhirnya menyesali perbuatannya menghianati ayah, saudara dan prajurit yang setia kepada Banten. Namun terlambat sudah. Rakyat Banten pun tidak mengakui kekuasaanya, ia akhirnya mangkat tahun 1687 karena jatuh sakit. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Sedakingkin.