CrispyVeritas

Peneliti Kanada-AS: Babi Dapat Terinfeksi Virus Corona

Temuan yang membantah temuan sebelumnya bahwa babi tak akan tertular Covid itu dipicu kesamaan antara reseptor protein utama pada babi dan sel manusia

JERNIH–Sebuah studi yang dilakukan pemerintah Kanada telah menyimpulkan bahwa babi dapat terinfeksi virus corona, membantah temuan sebelumnya yang menegaskan bahwa babi aman dari paparan Covid-19.

Dalam makalah non-peer review yang diterbitkan pada hari Jumat (11/9), tim peneliti gabungan dari Kanada dan Amerika Serikat mengatakan Sars-CoV-2, virus yang menyebabkan penyakit Covid-19, ditemukan di jaringan babi sekitar dua pekan setelah infeksi. “(Studi ini) memberikan bukti bahwa virus Sars-CoV-2 hidup dapat bertahan pada babi setidaknya selama 13 hari,” kata para peneliti yang dipimpin Brad Pickering dari Canadian Food Inspection Agency di Winnipeg, Manitoba, Kanada, dalam makalah yang dipostingnya di bioRxiv.org.

Makalah tersebut muncul empat bulan setelah Chen Hualan, dari Harbin Veterinary Research Institute di Timur Laut Cina melaporkan bahwa percobaan skala besar yang melibatkan berbagai hewan peliharaan menunjukkan bahwa babi tidak dapat tertular Sars-CoV-2.

Hasil Chen dipublikasikan di jurnal “Science” pada Mei lalu, dan didukung oleh penelitian di jurnal “The Lancet Microbe” pada bulan Juli oleh Martin Beer dari Friedrich-Loeffler-Institut Jerman.

Tetapi Pickering dan kolaboratornya di Iowa State University di AS memulai studi mereka sendiri setelah pemodelan komputer menunjukkan bahwa ada lebih dari 80 persen kesamaan antara protein reseptor tertentu pada manusia dan babi. Coronavirus menggunakan protein reseptor yang dikenal sebagai ACE2 untuk memasuki sel, dan percobaan sel menemukan bahwa virus corona manusia dapat mengikat protein ACE2 babi.

Para peneliti memilih 16 babi persilangan Yorkshire Amerika yang sehat dari sebuah peternakan Kanada, dan memberi setiap babi dosis yang mengandung satu juta partikel virus aktif di hidung dan tenggorokan mereka. Dosis tersebut 10 kali lipat dari jumlah yang digunakan dalam percobaan sebelumnya, menurut makalah Pickering.

Setelah inokulasi, mata babi berlinang air mata selama tiga hari, dan ada yang hidungnya berair. Seekor hewan menunjukkan “depresi ringan pada hari pertama disertai dengan batuk” yang berlangsung selama empat hari.

Selain itu, ada pula di antara hewan tersebut yang tidak menunjukkan gejala, kata para peneliti. Tes virus menggunakan usapan, sampel darah dan cairan tubuh semuanya memberikan hasil negatif. Babi tersebut kemudian dibunuh dan organnya diperiksa, tetapi para peneliti tidak menemukan tanda-tanda kerusakan akibat infeksi.

Tetapi jaringan dari bawah lidah dinyatakan positif dan tim menemukan bahwa virus dari situs ini dapat berkembang biak dengan cepat di cawan petri. Beberapa sampel darah juga kembali positif dengan antibodi virus corona.

Secara keseluruhan, sekitar 30 persen babi dalam percobaan menunjukkan berbagai tingkat infeksi, termasuk beberapa yang tidak bergejala. “(Hasil yang ada) mendukung penyelidikan lebih lanjut tentang peran yang mungkin dimainkan hewan dalam pemeliharaan dan penyebaran Sars-CoV-2,” kata media itu.

Wabah di pabrik pengepakan daging telah dilaporkan di banyak negara. Sebuah studi militer AS menemukan virus dapat tetap menular selama setidaknya dua minggu pada kulit babi pada suhu 4 derajat Celcius (24,8 Fahrenheit). Ada juga kekhawatiran bahwa daging hewan dapat menjadi vektor penularan, tetapi masih belum ada bukti bahwa virus dapat menular dari hewan peliharaan ke manusia.

Beberapa ilmuwan telah mempertanyakan nilai pemberian dosis virus yang besar pada hewan di laboratorium ketika paparan di dunia nyata mungkin hanya berkisar pada beberapa ratus strain hidup. [Stephen Chen/South China Morning Post]

Stephen Chen terlibat dalam proyek penelitian besar di Cina, telah bekerja untuk Post sejak 2006. Dia alumnus Universitas Shantou, Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong, dan program Semester at Sea yang dia hadiri dengan beasiswa penuh dari Seawise Foundation.

Back to top button