Politeia

Ternyata Sebelum Wiranto Ditusuk, BNPT Beri Info ke Densus 88

JAKARTA – Sebelum peristiwa penusukan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto di Pandeglang, Banten, beberapa waktu lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) rupanya telah memberikan informasi awal ke Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.

Hal tersebut terungkap saat anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan, Marinus Gea mempertanyakan hal tersebut ke BNPT dalam Rapat Kerja di Jakarta, Kamis (21/11/2019). Martinus menilai hal tersebut sebuah kecolongan dalam melakukan deteksi dini terhadap peristiwa itu.

Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Brigjen Pol Budiono Sandi, mengatakan informasi yang diberikan berupa data intelijen mengenai jaringan terorisme yang ada di Pandeglang, Banten, dan berpotensi melakukan serangan.

“Kami sampaikan bahwa dalam kasus kejadian Wiranto dari BNPT sudah memberi masukan,” ujarnya.

Meski demikian, lanjut Sandi, pihaknya tak memiliki kewenangan memerintahkan Densus 88 untuk melakukan penindakan. Sebab Antiteror Mabes Polri itu mempunyai mekanisme tersendiri dalam merespons informasi yang diberikan.

“Kewenangan melakukan penindakan ada pada Densus,” katanya.

Meski demikian, saat ditanya apakah BNPT telah mendeteksi potensi kejadian yang bakal dialami Wiranto. Sandi hanya menjelaskan, potensi ancaman teror di Pandeglang sudah disampaikan ke Densus 88.

“Potensi untuk ancaman teror di Pandeglang dengan ancaman itu sudah kita berikan kepada Densus,” ujar dia.

Sebelumnya, pada Oktober 2019, Kepolisian membantah jika peristiwa penusukan Wiranto sebagai kecolongan. Sebab pengamanan melekat terhadap mantan Menkopolhukam sudah sesuai prosedur.

“Tidak ada istilah kecolongan. Jadi interaksi pejabat publik dengan masyarakat seperti hal yang sudah terjadi seperti itu, bersalaman, disapa itu hal biasa,” ujar Brigjen Pol Dedi Prasetyo, saat masih menjabat Karo Penmas Divisi Humas Polri.

Karenanya, Polisi bakal melakukan evaluasi standar operasional prosedur (SOP) terhadap pengamanan para pejabat publik. “SOP pengamanan akan evaluasi komprehensif, karena tidak mungkin membatasi pejabat publik ketika akan berinteraksi dengan masyarakat. Selama ini tegur sapa, salaman, foto selfie dan lainnya. Itu akan evaluasi,” kata Dedi.

Untuk mengevaluasi, pihaknya juga harus mengkomunikasikan hal tersebut terlebih dahulu dengan lembaga lain. Sebab pengamanan tak hanya ditangani polisi, tetapi juga TNI dan pihak pengamanan dalam (Pamdal) dari instansi pejabat yang bersangkutan.

“Untuk batasi interaksi dengan publik cukup sulit, karena mereka juga ingin dekat dengan rakyatnya,” Dedi menambahkan.

Sekadar diketahui, Wiranto mengalami penusukan pada  Kamis 10 Oktober 2019 di dekat alun-alun Menes, Pandeglang, Banten. Atas aksi itu, dua pelaku diamankan yakni Abu Rara dan istrinya. Dari informasi, keduanya merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). [Fan]

Back to top button