Terang dalam Gelap
Kebenaran dan kesejatian itu seringkali seperti bintang di langit yang tak bisa dilihat kecuali di gelap malam. Dengan gelap Corona bisa kita kenali yang benar sejati dan yang palsu manipulasi; memberi pilihan jalan agar kita bisa keluar dari kelam musibah menuju terang pengharapan
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Terlalu getir untuk dikatakan. Karib, kerabat dan orang ternama mendadak pergi direnggut pandemi. Berita mati bahkan bukan lagi sesuatu yang mengejutkan.
Sebagai kisah getir, absurditas tragedi covid-19 bak puisi kegelapan. Peristiwa disruptif yang mengguncang pemahaman dan kemapanan. Sebuah teks ambigu yang tak kunjung selesai diurai. Ibarat labirin tanda tanya, yang setiap ujungnya selalu sisakan misteri.
Tragedi menyentuh kedalaman emosi manusia, membangkitkan daya mistis-estetis alam bawah sadar. Dengan itu, nestapa mengasah kepekaan ekspresi puitik jiwa manusia. Ekspresi puitik dari kekuatan mistis itu semacam mantra yang bisa mengungkapkan hal-hal yang tak terjelaskan, membantu manusia menidurkan kecemasan.
Bahwa di balik kegelapan, selalu ada sisi terang. Di balik ancaman kematian dan kepanikan global, bisa kita kenali sisi gelap dan sisi terang dari kehidupan kita. Bagi mereka yang eling dan terang budi, musibah Corona bisa jadi pengingat agar manusia tak rakus, membatasi konsumsi pada makanan yang baik dan sehat. Pengurangan aktivitas ruang publik memberi kesempatan alam memulihkan diri dari berbagai polusi dan eksploitasi. Kembali ke rumah bisa memperkuat simpul keluarga dan solidaritas sosial.
Ketergangguan perhubungan internasional menyadarkan kita betapa pentingnya memperjuangkan kedaulatan pangan dan obat-obatan. Untuk suatu negara yang begitu luas dan banyak penduduknya, terlalu riskan menggantungkan kebutuhan dasar pada impor.
Paradigma ekonomi lama dengan prinsip asal bisa membeli secara murah tak bisa dipertahankan. Dengan cara itu, kita kehilangan wahana peningkatan kapabilitas belajar untuk memasuki ekonomi pengetahuan dengan memperbesar nilai tambah atas sumberdaya kita. Tanpa usaha menanam (memproduksi) sendiri dengan penguasaan teknologi sendiri, kita akan terus mengalami defisit neraca pedagangan dan tak bisa mengembangkan kemakmuran secara inklusif.
Kebenaran dan kesejatian itu seringkali seperti bintang di langit yang tak bisa dilihat kecuali di gelap malam. Dengan gelap Corona bisa kita kenali yang benar sejati dan yang palsu manipulasi; memberi pilihan jalan agar kita bisa keluar dari kelam musibah menuju terang pengharapan. [ ]