Korban Puasa Sampai Mati untuk Bertemu Yesus Jadi 90
- Kenya punya 4.000 gereja, dengan pendeta tak sekolah teologi.
- Penduduk terbiasa mendengar kotbah tentang akhir zaman.
JERNIH — Pihak berwenang Kenya menemukan lagi sejumlah jenazah korban sekte Good News International Church yang mengajarkan pengikutnya puasa sampai mati untuk bertemu Yesus. Di antara jenazah yang dikeluarkan dari kuburan dangkal terdapat satu keluarga tentara Kenya.
Isaac Ngala (36), prajurit Unit Layanan Umum (GSU) yang berbasis di Nairobi, berada satu lubang dengan istrinya; Emily Wanje (35) dan ibunya, serta dua anak mereka; Imani Ngala dan Seth Ngala yang berusia dua dan lima tahun.
Temuan jenazah mereka menggenapkan jumlah korban menjadi 90 orang. Ephraim Gandi, seorang bocah yang diselamatkan dua hari lalu, menjadi pemandu tim pencari untuk menemukan 90 mayat.
Penemuan jenazah Ngala dan Emily Wanja membuktikan betapa pengikuti Good News International Church bukan orang tak berpendidikan. Emily Wanje menyelesaikan Diploma Pengembangan Masyarakat Universitas Teknik Kenya tahun 2014.
Setahun kemudian dia menikah dengan Isaac Ngala dan tinggal di Malindi. Sebulan kemudian Ngala kembali ke tempat kerjanya di Nairobi, meninggalkan Emily yang tinggal di rumah mertuanya.
Emily bekerja sebagai guru PAUD di Malindi sampai dinyatakan hilang tahun 2020. Anggota keluarga yang selamat mengatakan Ngala adalah yang pertama bergabung dengan sekte mematikan itu tahun 2019.
4.000 Gereja
Kenya adalah negara berpenduduk mayoritas Kristen yang tidak asing dengan pendeta yang berkotbah tentang akhir dunia. Pemerintah Kenya berupaya mengatur agama, tapi menghadapi tantangan hebat dari 50 juta rakyatnya.
Ada lebih 4.000 gereja terdaftar, tapi tidak diketahui berapa yang tidak terdaftar. Sejumlah gereja mengkotbahkan apa yang disebut Injil Kemakmuran, dan mendesak anggotanya menyumbang lebih banyak harga ke pundi-pundi gereja untuk meningkatkan kemakmuran.
Ribuan gereja beroperasi secara gelap dan kebebasan tak terbatas. Gereja-gereja itu mengontrol kehidupan anggotanya nyaris tanpa batas. The Nation menulis gereja-gereja inilah yang memutar-balikan Alkitab untuk mempromosikan otoritas mereka.
“Sebagian besar ‘pendeta gadungan’ ini tak pernah menginjakan kaki di perguruan tinggi teologi mana pun,” kata Stephen Akaranga, profesor agama di Universitas Nairobi.
Dalam beberapa tahun terakhir gereja-gereja itu menjamur di pedesaan Kenya, tempat penduduk tak memiliki informasi tentang sekolah.