Oikos

Dexamethasone Obat Kontroversial Baru Covid-19

Jakarta – Setelah kontroversi obat Covid-19 hidroksiklorokuin, kini muncul lagi dexamethasone. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan untuk mempercepat produksi dexamethasone yang telah terbukti mengurangi kematian pada pasien virus corona. Namun sikap Singapura berbeda.

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan permintaan atas obat jenis steroid itu meningkat setelah uji coba obat itu di Inggris dipublikasikan. Dia yakin produksinya dapat ditingkatkan.

“Meskipun data masih awal, temuan baru-baru ini bahwa steroid dexsamethasone memiliki potensi penyelamatan jiwa bagi pasien Covid-19 yang sakit kritis memberi kami alasan yang sangat dibutuhkan untuk mendukungnya,” ujar Tedros seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Selasa (23/6/2020).

Di Inggris sebanyak 2.000 pasien telah mendapatkan dexamethasone. “Dexamethasone adalah obat pertama yang ditunjukkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup pada Covid-19. Ini adalah hasil yang sangat disambut baik,” kata Peter Horby, profesor Emerging Infectious Diseases di Departemen Kedokteran Nuffield, Universitas Oxford. Dari hasil penelitian, angka kematian bisa ditekan hingga 35 persen di antara pasien yang paling parah, menurut temuan yang diterbitkan pekan lalu.

Sementara itu para ahli medis di Singapura malah menghindari penggunaan dexamethasone pada pasien virus corona secara luas. Seperti dikutip dari ChannelNewsAsia, Mereka khawatir ada efek buruk yang ditimbulkan dari penggunaan obat murah ini. “Penelitian University of Oxford terkait dexamethasone belum bisa digeneralisir dapat diberikan kepada pasien Covid-19 dengan tingkat keparahan infeksi dan kondisi yang berbeda-beda,” ujar Dr Shawn Vasoo, direktur klinis di National Center for Infectious Diseases (NCID), Singapura.

Dexamethasone termasuk ke dalam golongan obat kortikosteroid. Ia menambahkan, steroid diketahui menyebabkan efek buruk seperti superinfeksi bakteri atau jamur seperti yang terjadi pada kasus SARS pada 2003. “Steroid juga akan menunda pembersihan virus dan karena itu direkomendasikan untuk dihindari kecuali ada alasan lain untuk penggunaannya seperti eksaserbasi asma, penyakit paru obstruktif kronik, dan syok septik refraktori pada pasien Covid-19,” tambah Dr. Vasoo.

Sejauh ini beberapa pasien Covid-19 di Singapura yang telah menerima steroid adalah mereka yang memiliki indikasi lain seperti syok, tekanan darah rendah, atau kondisi peradangan sekunder akibat virus tersebut. Mereka yang menggunakan ventilator juga diberikan obat ini.

Kalangan medis di Denmark dan AS, sudah mulai meresepkan steroid untuk pasien Covid-19. Tetapi para ahli medis di negara-negara lain, termasuk Korea Selatan, Swiss dan Italia, telah mendesak kehati-hatian dan meminta hasil penelitian yang lebih banyak.

Bagaimana di Indonesia?

Reisa Broto Asmoro, Tim Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengatakan, dexamethasone bukan penangkal Covid-19 dan tidak memiliki khasiat pencegahan.

Menurutnya, dexamethasone adalah kombinasi obat-obatan yang tergolong ke dalam golongan obat kortikosteroid. Sehingga, penggunaannya memerlukan pengawasan dari dokter dengan fasilitas yang memadai untuk mengantisipasi efek samping dari obat tersebut. “Obat ini juga tidak memiliki dampat terapi bagi penyakit ringan Covid-19 atau orang tanpa gejala (OTG),” ujarnya.

“BPOM akan terus memantau peredaran obat dexamethasone meski kita telah mendengar rilis dari WHO soal rekomendasi penggunaan obat ini yang dinilai efektif dan bermanfaat pada kasus berat Covid-19,” jelasnya. [*]

Back to top button