Ini Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Jika Sekolah Tetap Pertemuan Tatap Muka
Rekomendasi disusun dengan memperhatikan hak-hak anak berdasarkan konvensi PBB.
JERNIH-Rencana pembelajaran tatap muka (PTM) nampaknya harus dievaluasi lagi seiring dengan meningkatnya angka kasus Covid-19 di berbagai daerah.
Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A (K) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengatakan memang sekolah dengan PTM belum disarankan oleh IDAI. Terlebih dengan adanya varian baru yang menular dengan cepat. Hal tersebut menjadi pertimbangan kenapa sekolah tatap muka belum bisa direkomendasikan IDAI.
Namun jika pihak pemerintah daerah dan sekolah tetap menghendaki PTM, IDAI memberikan rekomendasi dan panduan yang harus dilakukan pihak penyelenggara, orang tua, maupun evaluator.
Menurut Nastiti, rekomendasi IDAI dibuat dengan tujuan tidak terjadi transmisi Covid-19 dilingkunan PTM karena yang menjadi korban adalah anak-anak. Di samping itu rekomendasi disusun berdasarkan kajian-kajian dengan memperhatikan hak-hak anak berdasarkan konvensi PBB.
Berikut rambu-rambu yang dibuat agar tidak memperburuk situasi transmisi di sekolah;
1. Metode pembelajaran campur
Sekolah menyiapkan blended learning atau hybrid, metode campur-campur. Anak boleh memilih belajar di sekolah atau di rumah secara daring, dengan mendapatkan perlakuan yang sama.
“Memang, menurutnya, hal ini memerlukan inovasi, tapi dengan pandemi ini, kita dituntut banyak untuk berinovasi, kemudian memanfaatkan belajar di ruang terbuka karena studi mengatakan bahwa risikonya lebih rendah dibandingkan berada berkumpul bersama di ruangan tertutup.
2. Sudah vaksin
Seluruh yang terlibat dalam PTM telah mendapat vaksinasi, yakni orang tua, dan evaluator, semua guru dan pengurus sekolah, orang tua/pengasuh. Mereka membuat kelompok belajar kecil dan bertinteraksi secara terbatas di sekolah.
“Jika ada yang terkonfirmasi positif Covid-19 akan mudah melakukan tracing”.
Hindari kerumunan di gerbang sekolah. Perketat pengawasan agar tidak terjadi kerumuman. Bila Penjagaan gerbang dan pengawan harus ketat atau disiplin guna menghindari kerumunan di gerbang sekolah.
Jika anak menggunakan kendaraan antar-jemput, pastikan anak-anak tetap gunakan masker dan jaga jarak. Jaga sirkulasi uadara dalam mobil dengan membuka semua jendela kelas.
3. Area outdoor
Jika memungkinkan gunakan area outdoor. Selanjutnya, buat pemetaan yang berisi catatan tentang risiko siswa dengan komorbid, orang tua siswa dengan komorbid atau tinggal bersama lansia, maupun guru dengan komorbid serta kondisi kesehatan atau medis anak.
“Anak-anak menyandang komorbid dengan komorbiditas atau penyakit kronis sebaiknya tetap belajar secara daring.”
Komorbiditas, atau penyakit kronos, diantaranya diabetes melitus, penyakit jantung, keganasan, penyakit autoimun, HIV, penyakit ginjal kronik, penyakit paru kronik, obesitas, dan sindrom tertentu. (tvl)