Valentine belum keluar rumah sakit dan secara vokal mempromosikan vaksin (saat ini dia hidup dengan bantuan ventilator), tetapi di negara bagian tetangga, Alabama, Christy Carpenter mengatakan kepada The Washington Post bahwa keluarganya yang rata-rata anti-vax sekarang mendesak orang lain untuk mendapatkan suntikan. Itu terjadi setelah putranya yang tidak divaksinasi meninggal karena COVID-19.
Oleh : Brian Blum
JERNIH– Apakah kita boleh merasakan ‘schadenfreude’ (ungkapan Jerman untuk “merasakan kesenangan karena kemalangan orang lain”) ketika seorang anti-vaxxer terpapar COVID-19? Sayang sekali, internet tampaknya berpikir itu boleh-boleh saja.
Hari-hari terakhir ini saya banyak dikirimi berita dari AS, tentang beberapa penyangkal vaksin yang tertular virus, dan kini tengah berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Dalam banyak kasus mereka telah berubah pikiran menjadi lebih terbuka, bahkan ada yang sampai mendesak teman dan keluarga untuk mendapatkan vaksinasi secepatnya.
Salah satu contoh paling menonjol dalam beberapa minggu terakhir adalah Phil Valentine.
Sebagai pembawa acara talk show radio konservatif dari Nashville, Tennessee, AS, Valentine berulang kali menyebarkan informasi yang salah tentang COVID-19. Ia kerap mengejek vaksin dan vaksinasi dengan berbagai cara, termasuk mengubah lagu hit Beatles menjadi lagu anti-vax yang ia juluki sebagai “Vaxman”.
“Biarkan saya memberi tahu Anda bagaimana jadinya,” Valentine bernyanyi saat mengudara. “Dan aku tidak peduli apakah kamu setuju. Karena aku adalah Vaxman, ya aku adalah Vaxman. Jika Kau takj suka aku datang, bersyukurlah, aku tidak menahanmu.”
Bahkan setelah Valentine didiagnosis terpapar pada Juni lalu, ia tetap mempertahankan jubah anti-vax-nya. “Sayangnya bagi para pembenci di luar sana, sepertinya saya akan berhasil (sembuh),” tulisnya tanpa sedikit sindiran.
Dua minggu kemudian, dia dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis.
Valentine belum keluar rumah sakit dan secara vokal mempromosikan vaksin (saat ini dia hidup dengan bantuan ventilator), tetapi di negara bagian tetangga, Alabama, Christy Carpenter mengatakan kepada The Washington Post bahwa keluarganya yang rata-rata anti-vax sekarang mendesak orang lain untuk mendapatkan suntikan. Itu terjadi setelah putranya yang tidak divaksinasi meninggal karena COVID-19.
“Jika Curt ada di sini hari ini, dia akan menjadikan misinya untuk mendorong semua orang untuk divaksinasi,” kata Christy. “Jika kita dapat membantu menjaga orang lebih sehat dan mungkin menyelamatkan nyawa dengan mendorong orang lain untuk divaksinasi, maka kematian Curt tidak sia-sia. Kami tidak divaksinasi ketika kami memiliki kesempatan dan kami sangat menyesalinya sekarang.”
Danny Reeves adalah seorang pendeta yang tidak divaksinasi dari Texas yang, setelah tertular COVID, diberi tahu bahwa dia mungkin memerlukan transplantasi paru-paru. “Saya tidak bermaksud angkuh,” katanya dari ruang ICU. “Tetapi ada banyak orang seperti saya yang belum mendapatkan vaksinasi. Saya telah diberi pelajaran dan saya cukup rendah hati untuk mengatakan bahwa saya salah.”
Pembawa acara radio konservatif lainnya, Dick Farrel, terjangkit COVID. Dia mengirim SMS kepada seorang temannya, dua kata dari rumah sakit mengenai vaksin: “Get it.” Dia meninggal tak lama kemudian.
Semakin saya membaca cerita-cerita ini, semakin saya dihadapkan dengan perasaan buruk di dalam diri, yang saya coba redam karena tampaknya sangat salah: para anti-vaxxers ini tampaknya memang harus merasakan “berita palsu” yang mereka jual. Dengan begitu mereka akan tahu pasti, itu bukan “hanya” sejenis flu.
Tidak demikian, dan Anda tidak memiliki sistem kekebalan bawaan yang kuat, yang dapat dengan mudah melawan pandemi ini tanpa bantuan vaksin.
Menjadi muda, atau kuat, atau sehat, tidak akan menyelamatkan Anda. Kepercayaan Anda akan para dewa supernatural (kecuali jika nama belakang dewa itu adalah Bourla atau Bancel, masing-masing CEO Pfizer dan Moderna), juga tak menolong.
Jadi, ketika anti-vaxxers terkena COVID, diri saya yang condong ke schadenfreude ingin mengatakan, “Ha, mereka sendiri yang mengundang. Biarkan saja mereka terlilit kondisi sulit. Janganlah membunuh mereka atau membuat mereka harus terkapar dalam ventilator di rumah sakit. Cukuplah untuk membuat mereka langsung ketakutan dan mulai berbicara masuk akal kepada para pengikut mereka yang tidak divaksinasi.”
Kemudian saya merasa sangat bersalah bahwa saya pernah memiliki perasaan yang tidak manusiawi seperti itu.
Itu tidak menghentikan orang lain untuk mengekspresikan sentimen yang sama–atau menjadi marah seperti Gubernur Alabama, Kay Ivey, yang berkomentar bahwa “orang-orang yang tidak divaksinasilah yang mengecewakan kami [belum lagi] memilih gaya hidup yang mengerikan dari rasa sakit yang ditimbulkan oleh diri sendiri.”
Lainnya kurang terkendali. “Itu membuat Anda ingin memukul kepala orang itu,” kata Elise Power, 66 tahun, yang telah divaksinasi, kepada NBC News.
Tapi apa lagi yang bisa Anda lakukan? Selama pandemi, begitu jelas bahwa mereka mencoba mengubah pendapat orang bahwa divaksinasi sama sia-sianya dengan meyakinkan Donald Trump bahwa dia bukan lagi presiden. Tidak ada persuasi yang berhasil. Hanya tindakan yang tampaknya membuat perbedaan-– dan terkena virus corona adalah tindakan yang tidak menguntungkan seperti yang dapat Anda bayangkan.
Memang, skeptisisme vaksin menguap begitu seseorang telah mengalami nestapa perawatan intensif. “Anda dapat melihat pasien sadar bahwa mereka berpotensi membuat kesalahan terbesar dalam hidup mereka,” kata Dr. Samantha Batt-Rawden kepada surat kabar Inggris, The Guardian.
Gerakan anti-vax memang ada di Israel tetapi tidak seintens di bagian lain dunia mengingat sebagian besar populasi orang dewasa di sini (90 persen dari mereka yang berusia di atas 50 tahun)-– dan hampir semua orang yang paling berisiko – telah mendapatkan suntikan mereka. Kita bahkan memberikan dosis booster ketiga sekarang, sesuatu yang dengan senang hati saya lakukan bahkan sebelum ditawarkan kepada masyarakat umum. (Kanker darah yang saya miliki mempersulit tubuh untuk menghasilkan tingkat antibodi yang sama dengan orang yang sehat.)
Mark Valentine, saudara dari pembawa acara talk show radio Phil, sangat terguncang oleh apa yang dia alami. “Setelah melihat ini dari dekat dan pribadi, saya mendorong Anda SEMUA untuk mengesampingkan politik dan masalah lain, dan segera mendapatkan vaksinasi,”katanya.
Diagnosis Phil Valentine telah berdampak: pendengar telah melaporkan bahwa mereka bergerak dan memvaksinasi diri.
“Tuhan bekerja dengan cara yang misterius,” tambah Mark, yang disuntik pada hari yang sama ketika saudaranya yang terkenal dirawat di rumah sakit. “Mungkin ini terjadi agar Phil bisa berbicara dengan orang-orang dan memastikan lebih banyak orang tidak mati.” Itu ia katakan tanpa schadenfreude sama sekali. [The Jerusalem Post]
Brian Blum, penulis “Totaled: The Billion-Dollar Crash of the Start-up that Took on Big Auto, Big Oil and the World”